Ilmu, Simbol Kejayaan Umat
Afifi Widodo
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ
بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ
اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ.
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ
تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ
وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً
وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ
رَقِيْبًا.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا.
يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ
وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ
هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا
وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ
بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah…
Rasanya tak habis-habisnya kita
mesti bersyukur kepada Allah, karena dari limpahan rahmat dan karuniaNya,
hingga kini kita tetap bertahan menjaga keimanan kita sebagai tingkat nikmat yang
paling tinggi. Syahadatpun harus selalu kita benahi, biar lebih mendekati makna
yang hakiki. Sanjungan shalawat kita sampaikan kepada Baginda Rasul, ujung
tombak pembawa pelita kehidupan.
Selanjutnya… jamaah Jum’at yang
berbahagia.
Dari mimbar ini pula saya serukan
kepada diri saya pribadi, umumnya kepada para jamaah sekalian untuk selalu
menjaga, mempertahankan dan terus berupaya meningkatkan nilai-nilai taqwa,
hanya dengan taqwalah kita selamat di hari pengadilanNya.
Jamaah Jum’at yang berbahagia!
Ilmu, telah menjadi perbincangan
dari waktu ke waktu, bahkan ilmu telah menjadi simbol kemajuan dan kejayaan
suatu bangsa. Hampir tak ada suatu bangsa dinilai maju kecuali di sana ada
ketinggian ilmu. Hingga hampir menjadi kesepakatan setiap jawara bangsa, bila
ingin maju harus berkiblat kepada negeri yang tinggi ilmunya. Jadilah
bangku-bangku sekolah didoktrin dengan kurikulum negara maju. Akan tetapi
sayang seribu kali sayang, sikap ambisi meraup dan mengimport ilmu ini berlaku
hanya pada masalah duniawi. Bahkan pikiran sebagian besar kaum muslimin pun tak
jauh berbeda dengan kaum sekulernya. Yang lebih memprihatinkan lagi, sebagian
da’i yang mempertengkarkan tentang cap intelektual muslim pun justru menuding
kolot terhadap orang yang tekun mempelajari agamanya karena terfitnah oleh
kilauan dunia. Bukankah kita pernah mendengar wasiat Amirul Mukminin Ali bin
Abi Thalib Radhiallaahu anhu :
اِرْتَحَلَتِ الدُّنْيَا مُدْبِرَةً وَارْتَحَلَتِ اْلآخِرَةُ مُقْبِلَةً
وَلِكُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا بَنُوْنٌ، فَكُوْنُوْا مِنْ أَبْنَاءِ اْلآخِرَةِ وَلاَ
تَكُوْنُوْا مِنْ أَبْنَاِء الدُّنْيَا، فَإِنَّ الْيَوْمَ عَمَلٌ وَلاَ حِسَابٌ وَغَدًا
حِسَابٌ وَلاَ عَمَلٌ.
“Dunia akan pergi berlalu, dan
akhirat akan datang menjelang, dan keduanya mempunyai anak-anak. Maka jadilah
kalian anak-anak akhirat dan jangan menjadi anak-anak dunia. Sesungguhnya pada
hari ini hanya ada amal tanpa hisab (perhitungan), dan besok hanya ada hisab
(perhitungan) tanpa amal.”
(HR. Al-Bukhari secara mu’allaq).
Akankah kita membekali diri kita
bagaikan si buta di tengah rimba belantara tak tahu apa yang akan menimpanya.
Padahal bahaya itu sebuah kepastian yang telah tersedia.
Jamaah Jum’at yang mulia.
Akankah
kita bergelimang dalam kebodohan, padahal kebodohan adalah lambang kejumudan.
Lalu, tidakkah kita ingin sukses dan jaya di negeri akhirat nanti. Lalu apa
yang menghalangi kita
untuk segera meraup ilmu dien (agama), sebagaimana kita berambisi meraup
ketinggian ilmu dunia karena tergambar suksesnya masa depan kita?
Ma’asyiral
muslimin rahimakumullah!
Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin mengumpulkan keutamaan ilmu ini dalam 13 point:
1.
Bahwa ilmu dien adalah warisan para nabi Shallallaahu alaihi wa Salam, warisan
yang lebih mulia dan berharga dari segala warisannya para nabi. Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Salam telah
bersabda:
فَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ عَلَى النُّجُوْمِ.
اَلْعُلَمَاءُ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ، وَاْلأَنْبِيَاءُ لَمْ يُوَرِّثُوْا دِيْنَاًرا
وَلاَ دِرْهَمًا وَإِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ.
(الترمذي).
“Keutamaan
sesorang ‘alim (berilmu) atas seorang ‘abid (ahli ibadah) seperti keutamaan
bulan atas seluruh bintang-bintang. Sesungguhnya ulama itu pewaris para nabi.
Sesungguhnya para nabi tidaklah mewariskan dinar maupun dirham, mereka hanyalah
mewariskan ilmu, maka barangsiapa mengambilnya (warisan ilmu) maka dia telah
mengambil keuntungan yang banyak.” (HR. Tirmidzi).
2. Ilmu itu
tetap akan kekal sekalipun pemiliknya telah mati, tetapi harta yang jadi
rebutan manusia itu pasti akan sirna. Setiap kita pasti kenal Abu Hurairah
Radhiallaahu anhu, gudangnya periwayatan hadits, sehingga beliau menjadi
sasaran bidik kejahatan kaum Syi’ah dengan tuduhan-tuduhan keji yang
dilancarkannya terhadap diri beliau, dalam rangka menghancurkan Islam dan kaum
muslimin.
Dari
segi harta Abu Hurairah Radhiallaahu anhu memang termasuk golongan fuqara’
(kaum papa), memang hartanya telah sirna, tapi ilmunya tak pernah sirna, kita
semua masih tetap membacanya. Inilah buah seperti yang tersebut dalam hadits
Rasul Shallallaahu alaihi wa Salam :
إِذَا مَاتَ اْلإِنْسَانُ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ؛ صَدَقَةٌ
جَارِيَةٌ أَوْ عِلْمٌ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٌ صَالِحٌ يَدْعُوْ لَهُ.
“Jika
manusia mati terputuslah amalnya kecuali tiga: shadaqah jariyah, atau ilmu yang
dia amalkan atau anak shalih yang mendoakannya.”
3. Ilmu,
sebanyak apapun tak menyusahkan pemiliknya untuk menyimpan, tak perlu gedung
yang tinggi dan besar untuk meletakkannya. Cukup disimpan dalam dada dan
kepalanya, bahkan ilmu itu yang akan menjaga pemiliknya sehingga memberi rasa
nyaman dan aman, lain halnya dengan harta yang semakin bertumpuk, semakin susah
pula untuk mencari tempat menyimpannya, belum lagi harus menjaganya dengan
susah payah bahkan bisa menggelisahkan pemiliknya.
4.
Ilmu, bisa menghantarkan pemiliknya menjadi saksi atas kebenaran dan keesaan
Allah. Adakah yang lebih tinggi dari tingkatan ini? Inilah firman Allah Ta’ala:
“Allah menyatakan
bahwasanya tidak ada Ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan
keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang
demikian itu). Tak ada Ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Ali Imran: 18).
Sedang
pemilik harta? Harta sama sekali takkan menghantarkan pemiliknya sampai ke derajat
sana.
5.
Para ulama (Ahli ilmu syari’at), termasuk golongan petinggi kehidupan yang
Allah perintahkan supaya orang mentaatinya, tentunya selama tidak menganjurkan
durhaka kepada Allah dan RasulNya, sebagaimana firmanNya:
“Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya) dan ulil amri
di antara kamu.” (An-Nisa: 59).
Ulil
Amri, menurut ulama adalah Umara’ dan Hukama’ (Ahli Hikmah/Ahli Ilmu/Ulama).
Ulama berfungsi menjelaskan dengan gamblang syariat Allah dan mengajak manusia
ke jalan Allah. Umara’ berfungsi mengoperasionalkan jalannya syariat Allah dan
mengharuskan manusia untuk menegakkannya.
6.
Para ulama, mereka itulah yang tetap tegar dalam mewujudkan syariat Allah
hingga datangnya hari kiamat. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam telah
bersabda:
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ وَإِنَّمَا أَنَا
قَاسِمٌ وَاللهُ هُوَ الْمُعْطِيْ وَلاَ تَزَالُ هَذِهِ اْلأُمَّةُ قَائِمَةً عَلَى
أَمْرِ اللهِ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللهِ.
“Barangsiapa
yang Allah kehendaki padanya kebaikan, maka Allah akan fahamkan dia dalam
(masalah) dien. Aku adalah Al-Qasim (yang membagi) sedang Allah Azza wa Jalla
adalah yang Maha Memberi. Umat ini akan senantiasa tegak di atas perkara Allah,
tidak akan memadharatkan kepada mereka, orang-orang yang menyelisihi mereka
sampai datang putusan Allah.” (HR. Al-Bukhari).
Imam
Ahmad mengatakan tentang kelompok ini: “Jika mereka bukan Ahlu Hadits maka aku
tidak tahu siapa mereka itu”.
7.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam menggambarkan para pemilik ilmu dengan
lembah yang bisa menampung air yang bermanfaat terhadap alam sekitar, beliau
bersabda, yang artinya:
Perumpamaan
dari petunjuk ilmu yang aku diutus dengannya bagaikan hujan yang menimpa tanah,
sebagian di antaranya ada yang baik (subur) yang mampu menampung air dan
menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rerumputan yang banyak, di antaranya lagi ada
sebagian tanah keras yang (mampu) menahan air yang dengannya Allah memberikan
manfaat kepada manusia untuk minuman, mengairi tanaman dan bercocok tanam. Dan
sebagian menimpa tanah tandus kering yang gersang, tidak bisa menahan air yang
menumbuhkan tumbuh-tumbuhan. Maka demikianlah permisalan orang yang memahami
(pandai) dalam dien Allah dan memanfaatkan apa yang dengannya aku diutus Allah,
maka dia mempelajari dan mengajarkan. Sedangkan permisalan bagi orang yang
tidak (tidak memperhatikan ilmu) itu (sangat berpaling dan bodoh), dia tidak
menerima petunjuk Allah yang dengannya aku diutus. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
8.
Ilmu adalah jalan menuju Surga, tiada jalan pintas menuju Surga kecuali ilmu.
Sabdanya:
مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ
طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ.
Barangsiapa
menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah mudahkan baginya jalan menuju
Surga.” (HR. Muslim).
9. Ilmu
merupakan pertanda kebaikan seorang hamba. Tidaklah akan menjadi baik melainkan
orang yang berilmu, sekalipun bukan jaminan mutlak orang yang (mengaku) berilmu
mesti baik.
Sabda
beliau Shallallaahu alaihi wa Salam :
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ.
“Siapa
yang Allah kehendaki kebaikan, Allah akan pahamkan dia (masalah) dien.”
(Al-Bukhari).
10. Ilmu adalah
cahaya yang menerangi kehidupan hamba sehingga dia tahu bagaimana beribadah
kepada Allah dan bermuamalah dengan para hamba Allah.
11.
Orang ‘alim (berilmu) adalah cahaya bagi manusia lainnya. Dengan dirinyalah
manusia dapat tertunjuki jalan hidupnya. Jamaah sekalian tentunya ingat kisah
seorang pembunuh yang menghabisi 100 nyawa. Dia bunuh seorang ahli ibadah
sebagai korban yang ke-100 karena jawaban bodoh dari si ahli ibadah yang
menjawab bahwa sudah tak ada lagi pintu taubat bagi pembunuh nyawa manusia.
Akhirnya dia datang kepada seorang ‘alim, dan disana ia ditunjukkan jalan
taubat, maka diapun mendapatkan penerangan bagi jalan hidupnya.
12.
Allah akan mengangkat derajat Ahli Ilmu (orang alim) di dunia dan akhirat. Di
dunia Allah angkat derajatnya di tengah-tengah umat manusia sesuai dengan
tingkat amal yang dia tegakkan. Dan di akhirat akan Allah angkat derajat mereka
di Surga sesuai dengan derajat ilmu yang telah diamalkan dan didakwahkannya.
Allah
Subhannahu wa Ta'ala dalam surat Mujadilah: 11 telah berfirman:
“Niscaya
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”
Ma’asyiral
Muslimin rahimakumullah!
Itulah
point-point penting yang bisa kita nukilkan, semoga menjadi pendorong semangat
bagi orang yang bercita-cita mulia dunia dan akhiratnya.
وَاللهَ نَسْأَلُهُ أَنْ يَرْزُقَنَا عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا
وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً، وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنًا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ
وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.
Khutbah
kedua
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ
بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيْئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ
فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ
إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا. أَمَّا بَعْدُ؛
Jamaah
yang berbahagia, pada khutbah yang ke-2 ini, sekedar saya simpulkan dari
khutbah yang pertama.
1. Bahwa
problem yang terbesar di kalangan umat ini adalah al-jahl biddien, bodoh
tentang agamanya.
2. Tidak akan
terangkat derajat umat ini menuju sebuah kejayaan kecuali harus bangkit dan
menggali ilmu agama secara benar.
3.
Ilmu agama yang akan membawa kejayaan adalah ilmu yang diamalkan dari sumber
yang benar pula, bila tidak justru akan membawa kepada kehancuran dan laknat
Allah.
Karena
itulah mari kita gali ilmu agama secara benar dari sumber aslinya yaitu Al-Qur’an
dan Sunnah melalui pemahaman para Salafus-Shalih yakni para sahabat
radhiyallahu ‘anhum serta para pengikut pola hidupnya hingga hari akhir.
Selanjutnya
marilah kita berdoa kepada Allah untuk kebaikan kita dan kebaikan kaum
muslimin.
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ
الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ
عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى
آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى
آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ
حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ
وَاْلأَمْوَاتِ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ
وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ
رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ. اَللَّهُمَّ افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَّا بِالْحَقِّ
وَاَنْتَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا
طَيِّبًا وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ
حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ
تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يِوْمِ الدِّيْنِ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ
ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ
Post a Comment for "Ilmu, Simbol Kejayaan Umat"